Jumat, 01 November 2019

Kondisi Tempat Tinggal dan Pengaruhnya

Wawan Setiawan Tirta
Cuaca ekstrim yang terjadi saat ini membuat kondisi nelayan di Indonesia memprihatinkan. Hujan deras disertai angin kencang dan gelombang air laut yang tinggi masih terus melanda di berbagai wilayah di Indonesia.

Pada kondisi cuaca seperti ini, sering terjadi kecelakaan yang menyebabkan hilangnya nelayan di laut. Ketika nelayan tidak dapat melaut, akan berdampak terhadap aktivitas sosial ekonominya. Kebutuhan bahan pokok seperti beras dan bahan pangan lainnya tidak terpenuhi karena tidak ada pemasukan dari hasil tangkapan ikan di laut.

Selain itu, masyarakat yang tinggal di pesisir pun mengalami kesulitan akibat cuaca yang ekstrim ini. Pasokan sumber pangan, air bersih, sanitasi, atau obat-obatan juga menjadi terhambat karena tranportasi antarpulau yang tidak memungkinkan. Untuk itu, perlu dipikirkan bagaimana cara agar nelayan itu dapat menyambung hidupnya.

Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut!
  1. Apa yang akan menimpa nelayan jika terjadi cuaca buruk? Jika terjadi cuaca buruk nelayan tidak dapat melaut, selain itu juga sering terjadi kecelakaan yang menyebabkan hilangnya nelayan di lautan.
  2. Apa akibat yang terjadi dari cuaca buruk itu? Ketika nelayan tidak dapat melaut, akan berdampak terhadap aktivitas sosial ekonominya. Kebutuhan bahan pokok seperti beras dan bahan pangan lainnya tidak terpenuhi karena tidak ada pemasukan dari hasil tangkapan ikan di laut.
  3. Siapa yang terpengaruh ketika nelayan tidak memperoleh ikan? Ketika nelayan tidak memperoleh ikan para pedagang ikan tidak mendapatkan pasokan ikan sehingga tidak berjualan.
  4. Apakah kamu melihat saling ketergantungan dalam hal ini? Jelaskan. Ya nelayan bergantung kepada para penjual ikan dan penjual ikan bergantung pada nelayan.
Cuaca ekstrim yang terjadi saat ini membuat kondisi nelayan di Indonesia memprihatinkan Kondisi Tempat Tinggal dan Pengaruhnya
Ini adalah kisah tentang Giring, Ia seorang anak laki-laki berusia 10 tahun. Ia tinggal di pesisir pulau kecil bersama ayah, ibu, dan adik perempuannya yang berusia 2 tahun. Mereka hidup sederhana di rumah berbilik bambu dan beratap daun kelapa.

Seperti umumnya masyarakat pesisir, ayah Giring menjadi nelayan untuk menghidupi keluarganya. Malam hari, ia berangkat melaut, pulangnya membawa ikan yang jumlahnya tak tentu. Ketika cuaca buruk dan ombak besar, kadang tak sampai sepuluh ikan tersangkut di jaringnya.

Karena belum pulang melaut, hampir tak pernah ayah ada di rumah ketika Giring bersiap untuk berangkat ke sekolah. Oleh karenanya, Giring harus bangun lebih pagi untuk membantu ibu menyiapkan dagangan kuenya. Untuk menambah uang belanja, ibunya membuat kue-kue yang dititipkan di beberapa warung. Sebelum fajar menyingsing, Giring pun harus memulai perjalanannya ke sekolah.

Dingin angin pagi tak dihiraukannya. Satu jam dua puluh menit ia harus berjalan kaki ke sekolah. Memang belum banyak sekolah di pulau tempat tinggalnya, dan belum ada yang dekat dengan daerah pesisir.

Ayah dan ibunya berpesan, Giring harus sekolah setinggi-tingginya. “Hanya dengan belajar di sekolah kamu kelak dapat menikmati hidup lebih baik dari sekarang” begitu pesan mereka. Giring menjalankannya dengan senang hati. Ia tak peduli dengan seragamnya yang lusuh termakan usia, tak peduli dengan ujung sepatunya yang menganga dan tak peduli dengan lelah kaki melangkah ke sekolah.

Giring pulang sekolah dan sampai di rumah menjelang sore. Ia masih harus membantu Ibu mengurus Gina, adiknya, seperti memandikan dan menemaninya bermain sementara ibu menyiapkan makan malam dan adonan kue untuk esok pagi. Setelah makan malam, baru Giring belajar dan mengerjakan tugas sekolahnya. Hanya ditemani sinar temaram dari lampu teplok, Giring gigih melawan kantuk di hadapan buku pelajarannya. Ia meyakinkan diri, hanya dengan tekad belajar ia dapat mengubah nasib keluarganya. Ia meyakinkan diri, hanya dengan limpahan ilmu ia dapat bermanfaat bagi lingkungan.

Giring memang pantas dicontoh. Anak pesisir sederhana yang tak kenal menyerah. Tak hanya orang tuanya yang bangga. Ia pun beruntung tinggal di lingkungan sederhana namun saling peduli. Ketika ayahnya sakit tak dapat melaut, selalu ada tetangga yang datang memberikan tambahan lauk.

Ketika ibunya sakit dan tak dapat membuat kue, selalu ada tetangga yang membantu menjaga Gina. Walaupun hidup tak kalah sederhana, mereka anggap Giring tak perlu diganggu di waktu sekolah. Giring harus dibantu untuk maju dalam mewujudkan cita-citanya.

Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut!
  1. Bagaimana kondisi tempat tinggal lokasi Giring dalam cerita di atas? Mereka hidup sederhana di rumah berbilik bambu dan beratap daun kelapa.
  2. Apa yang dilakukan Giring agar tetap dapat bersekolah? Giring menjalankannya dengan senang hati dan tak peduli dengan seragamnya yang lusuh dan sepatunya yang menganga serta tak peduli dengan lelah kaki melangkah ke sekolah.
  3. Mengapa dengan jarak dan kondisi yang jauh dari sekolah, Giring tetap ingin bersekolah? Karena dengan  belajar ia dapat mengubah nasib keluarganya dan dapat bermanfaat bagi lingkungan.
  4. Apa yang dilakukan warga sekitar kepada Giring? Ketika ibunya sakit selalu ada tetangga yang membantu menjaga Gina. Ketika ayahnya sakit tak dapat melaut, selalu ada tetangga yang datang memberikan tambahan lauk. 
  5. Sebagai sesama pelajar, apa yang akan kamu lakukan untuknya? Sebagai seorang pelajar saya akan mencontoh dan meneladani kegigihan dan kerja keras Giring.
  6. Mengapa kamu melakukan hal itu? Jelaskan. Sikap apa yang patut dicontoh dari Giring ? Pendidikan sangat penting untuk bekal masa depan. Sikap yang patut divontoh dari giring adalah tak kenal menyerah dengan keadaan dan menjalani hidup dengan ikhlas.