Minggu, 03 November 2019

Candi Borobudur Mahakarya Dynasti Syailendra

Pada   awal   abad   ke-21,   kita   sering   mendengarkan   dan   membicarakan   tentang   kebudayaan   lokal   dalam   menghadapi   globalisasi. Setidaknya hal itu sudah dialami oleh bangsa kita sejak abad  ke-8,  atau  bahkan  jauh  ke  masa  lampau.  Bukti  nyata  dari  itu  adalah  Candi  Borobudur,  yang  kemudian  dikukuhkan  sebagai  Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO, pada tahun 1991Candi Borobudur didirikan oleh Raja Samaratungga dari Dinasti Syailendra pada abad ke-9. Candi itu terletak di antara dua bukit, tepatnya  di  Desa  Borobudur,  Kecamatan  Borobudur,  Kabupaten  Magelang.
 Setidaknya hal itu sudah dialami oleh bangsa kita sejak abad Candi Borobudur Mahakarya Dynasti Syailendra

Candi  Borobudur  yang  terletak  pada  satu  garis  lurus  dengan  Candi  Pawon  dan  Candi  Mendut  dipandang  sebagai  satu  kesatuan. Letak candi seperti ini sesuai dengan aturan yang disebut dalam kitab-kitab pedoman para seniman agama di India. kitab itu disebut dengan Vastusastra. Suatu kitab yang menjelaskan tentang bangunan  suci  agama  Hindu.  Namun  demikian,  aturan-aturannya  juga digunakan sebagai desain bangunan suci agama Buddha.

Borobudur  merupakan  karya  yang  unik.  Susunan  Candi  Borobudur berbeda dengan susunan candi di India. Pada umumnya susunan  candi  di  India  berdiri  di  atas  fondasi  yang  tertanam  di  dalam tanah. Fondasi tersebut berdenah dengan jari-jari delapan. Di titik tengah terdapat tiang yang dibuat tembus ke atas permukaan tanah,  dan  diteruskan  menjadi  tongkat  dengan  payung.  Candi  Borobudur  didirikan  langsung  di  atas  bukit  tanpa  fondasi  yang  ditanam di dalam tanah seperti yang terdapat di India. Dilihat dari susunannya, Candi Borobudur merupakan sebuah teras-stupa. Kaki stupa  berbentuk  undak  teras  persegi,  disusul  teras  mengalir  yang  dihiasi stupa. Susunan candi ini memperlihatkan kuatnya pengaruh kebudayaan Jawa pada abad ke-8. 

Bangunan  ini  dinamai  Bhumisambharabhudara  yang  artinya  adalah  bukit  peningkatan  kebijakan  setelah  melampaui  sepuluh  tingkat   Boddhisattwa.   Borobudur   sendiri   terdiri   dari   sepuluh   tingkatan,  yang  dapat  dipahami  sebagai  lambang  ke-10,  jalan  Boddhisattwa. Candi itu berbentuk bujur sangkar, dengan ukuran 123  m  x  123  m  di  bagian  kakinya.  Bentuk  bangunan  seperti  itu  dapat ditafsirkan sebagai bentuk mandala. Tinggi Candi Borobudur adalah 35,4 m. Secara vertikal Candi Borobudur terdiri dari dua pola, yaitu  pola  undak-undak  persegi  dan  pola  bangun  vertikal.  Karena  bentuknya itulah Candi Borobudur dapat dipahami sebagai sebuah stupa yang besar. Dalam  agama  Buddha  stupa  merupakan  perwujudan  dari  makrokosmos  yang  terdiri  dari  tiga  tingkatan,  yaitu  kamadatu, rupadatu, dan  arupadatu.

Kamadatu  merupakan  alam  bawah,  bagian ini berada di bagian bawah Candi Borobudur. Pada kamadatu terdapat  relief  karmawibangga,  yaitu  suatu  hukum  sebab  akibat,    yang merupakan hasil perbuatan manusia. Arupadatu adalah alam atas, yaitu tempat para dewa. Bagian ini berada pada tingkat ketiga, termasuk stupa induk berada di atas rupadatu. Cara membaca relief pada dinding Candi Barobudur searah dengan jarum jam. Sebagai candi pemujaan, Borobudur mempunyai hubungan dengan Candi Mendut  dan  Candi  Pawon.  Ketiga  candi  itu  menunjukkan  proses  suatu ritual keagamaan. Mula-mula ritual keagamaan dilakukan di Candi Mendut.

Kemudian dilakukan persiapan di Candi Pawon dan puncak ritual keagamaan dilakukan di Candi Borobudur.Dari  arca  dan  relief  yang  terdapat  pada  dinding  dan  pagar    candi  menunjukkan  bahwa  Candi  Borobudur  sebagai  penganut  agama Buddha aliran Mahayana. Dari arca dan relief itu juga dapat dilihat adanya penyatuan ajaran Mahayana dan Tantrayana, sesuai filsafat  Yogacara.  Dalam  relief  itu  tergambar  tentang  kehidupan  sehari-hari di Jawa, seperti cara berpakaian, rumah tinggal, candi, alat   berburu,   alat-alat   keperluan   sehari-hari,   serta   jenis-jenis   tanaman.

Dalam Kitab Sang Hyang Kamahayanikan Mantranaya, pada abad  ke-10,  Mpu  Sindok  dari  Dinasti  Isana  menyebarkan  ajaran  dari  India,  yaitu  agama  Buddha.  Ajaran  itu  disebarkan  di  Jawa  dan  disesuaikan  dengan  pengetahuan  penduduk  pada  saat  itu.  Lebih  jauh  lagi  hasil  pengetahuan  itu  diwujudkan  dalam  bentuk  bangunan candi oleh penduduk Jawa, bukan oleh penduduk India. Candi itu kemudian digunakan sebagai sarana ibadah mereka. Bukti itu ditunjukkan dengan tidak adanya Kampung Keling yang berada di sekitar Candi Borobudur. Bukti lainnya itu ditemukannya tulisan yang memakai huruf Jawa kuno, dengan bahasaSanskerta, dengan tidak menggunakan tata bahasa Sanskerta.

Setelah Samaratungga wafat, anaknya dengan Dewi Tara yang bernama Balaputradewa menunjukkan sikap menentang terhadap Pikatan.  Kemudian  terjadi  perang  perebutan  kekuasaan  antara  Pikatan  dengan  Balaputradewa.  Dalam  perang  ini  Balaputradewa  membuat  benteng  pertahanan  di  perbukitan  di  sebelah  selatan  Prambanan.  Benteng  ini  sekarang  kira  kenal  dengan  Candi  Boko.Dalam  pertempuran,  Balaputradewa  terdesak  dan  melarikan  diri  ke  Sumatra.  Balaputradewa  kemudian  menjadi  raja  di  Kerajaan  Sriwijaya.

Kerajaan    Mataram    Kuno    daerahnya    bertambah    luas.    Kehidupan  agama  berkembang  pesat  tahun  856  Rakai  Pikatan  turun takhta dan digantikan oleh Kayuwangi atau Dyah Lokapala. Kayuwangi kemudian digantikan oleh Dyah Balitung. Raja Balitung merupakan  raja  yang  terbesar.  Ia  memerintah  pada  tahun  898  -  911  M  dengan  gelar  Sri  Maharaja  Rakai  Wafukura  Dyah  Balitung  Sri  Dharmadya  Mahasambu.  Pada  pemerintahan  Balitung  bidang-bidang  politik,  pemerintahan,  ekonomi,  agama,  dan  kebudayaan  mengalami  kemajuan.  Ia  telah  membangun  Candi  Prambanan  sebagai  candi  yang  anggun  dan  megah.  Relief-reliefnya  sangat  indah.Sesudah pemerintahan Balitung berakhir, Kerajaan Mataram mulai   mengalami   kemunduran.   Raja   yang   berkuasa   setelah   Balitung adalah Daksa, Tulodong, dan Wawa. Beberapa faktor yang menyebabkan  kemunduran  Mataram  Kuno  antara  lain  adanya  bencana alam dan ancaman dari musuh yaitu Kerajaan Sriwijaya.