Rabu, 02 September 2020

Makna Tempik dan Seronok dalam Bahasa Indonesia

Wawan Setiawan Tirta

Makna Tempik dan Seronok dalam Bahasa Indonesia



Jangan dulu memiliki kesan negatif dalam tulisan ini. Dalam KBBI Pusat Bahasa edisi Keempat halaman 1.434 ada dua lema atau entri tempik. Masing-masing memiliki makna yang berbeda, bahkan berbeda sangat jauh. Karena lema yang berbeda maka dalam KBBI ada dua kata tempik bukan satu kata yang memiliki dua makna, tetapi dua kata (istilah) yang masing-masing memiliki makna yang berbeda.

Istilah tempik yang pertama adalah nomina (kata benda) yang bermakna pekik keras.
Sehingga memiliki bentuk turunan dan gabungan kata
tempik sorak bermakna: berbagai pekik dan sorak (dalam peperangan). Contoh penggunaan: ketika didengarnya tempik sorak, mereka pun  berlarian.
menempikkan kelas kata verba (kata kerja) bermakna: memekikkan; meneriakkan; dan menjeritkan.
tempikan kelas kata nomina (kata benda) bermakna: jeritan atau teriakan. Contoh penggunaan: kita mendengar tempikan berulang-ulang.
bertempik kelas kata verba (kata kerja) bermakna: memekik dengan nyaring atau menjerit dengan sangat kuat.

Lema (kata/istilah) tempik yang kedua dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa edisi keempat diberi label Jw, kas, dan n. Maksudnya kata tempik yang kedua dalam bahasa Indonesia ini merupakan serapan dari bahasa Jawa (Jw), ragam bahasa kasar (kas) yang berarti tidak sopan karena ragam bahasa kasar, serta merupakan nomina (n) atau bisa juga disebut dengan kata benda. Dalam kamus lema ini diberi penjelasan sebagai alat kelamin perempuan.

Sementara itu, dalam Tesaurus Alfabetis Bahasa Indonesia (TABI) Pusat Bahasa, kedua kata tersebut (tempik yang pertama dan kedua) juga bersinonim dengan jerit, aung, pekik, sorak, dan teriak. Sementara kata kedua yang diserap dari bahasa Jawa memiliki persamaan arti kata dengan amputan, bakarat, farji, memek, nonok (cak), pepek, pukas, puki (cak) vagina. (TABI halaman 598).

Sebenarnya ada lagi istilah dalam bahasa Indonesia yang berkaitan dengan kata yang kali ini dibahas. Khususnya istilah yang beredar luas dalam jejaring media sosial. Meskipun istilah ini sudah tidak lagi booming, yaitu kata kimcil. Kimcil merupakan serapan dari istilah Jawa (jawatengahan/jogjaan) yang berupa akronim dari kimpet cilik. Nah kata kimpet merupakan bentuk lain dari tempik. Bentuk pembolak-balikan kata ini merupakan upaya untuk memperhalus/mempersopan ucapan.

Kata tempik, sama-sama sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia tetapi dari bahasa daerah yang berbeda. Meskipun demikian, penggunaannya harus tetap disesuaikan dengan lingkungan pembicara (penggunaan bahasa). Jangan sampai terjadi salah paham, misalnya untuk memberikan semangat dan mengajak meneriakkan semangat di Surabaya misalnya, seorang orator berkata: mari kita tunjukkan tempik semangat kita! Pasti ini menjadi hal tabu, bisa salah paham. Bahkan mungkin bisa menyebabkan terjadinya keributan. Untuk menghindari itu bisa gunakan kata yang lain: mari kita tunjukkan teriakan semangat kita! Itulah pentingnya belajar bahasa.

Dalam satu bahasa saja bisa berbeda makna yang sangat jauh dan bisa berakibat fatal, apalagi jika satu bahasa dibandingkan dengan bahasa lain. Pasti banyak ditemukan perbedaan. Misalnya dari bahasa yang serumpun, antara kata yang sama dalam bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia: seronok. Kata seronok dalam bahasa Malaysia bersinonim dengan senang dalam bahasa Indonesia. Sementara itu, dalam bahasa Indonesia juga dikenal istilah seronok yang bermakna sama dengan bahasa Malaysia yaitu: menyenangkan hati dan sedap dilihat (KBBI, 2008:1289) juga memiliki makna vulgar  (tentang pakaian). Makna seronok yang vulgar ini dalam ragam cakap. Mungkin masih berkaitan dengan makna asalnya yaitu: menyenangkan untuk dilihat. Jika ada seorang perempuan yang memakai pakaian seksi dan terbuka bagian tubuhnya disebut dengan pakaian yang seronok. Makna awalnya: menyenangkan hati orang yang melihatnya.

Yang jelas, hendaknya berhati-hati dalam berbahasa. Seperti pepatah lama yang masih sangat sesuai dengan kehidupan sekarang: di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Atau pepatah lain yang berbunyi: lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Masing-masing tempat memiliki adat istiadat, cara, pengetahuan, budaya, dan cara berbahasa yang berbeda-beda. Nah, kita harus menyesuaikan di mana kita berada (bumi dipijak) maka kita harus menjunjung tinggi yang juga dijunjung (dihormati) di tempat tersebut termasuk berbahasanya.